Ketika hidup mu dalam situasi sulit , aral tanpa tujuan ,
penuh masalah , datang kemari memelukku menangis di pundakku , tertawa karenaku
, terbawa terbang meninggalkan segala kepenatan olehku , terobati olehku , berlari
menggenggam erat tanganku.
Sampai ketika hidupmu kembali sempurna , kau membiarkan aku
terbawa angin yang berhembus bersama dedaunan kering, dan kau sibuk tertawa
menari bersama burung burung kecil , di bawah pohon itu, dibawah pohon dimana
engkau mengungkapkan segala keluh kesah akan masalah yang menimpamu .
Sedangkan aku? Terbawa angin yang tak mungkin terhembus
kembali ketempat dimana awal aku berpijak, tempat pertama kali kau menemukanku
untuk menumpahkan semua keluh kesahmu . aku berusaha untuk melawan arus angin yang
menerbangkanku untuk kembali ketempat itu. Namun apa daya kau sendiri yang
meniupkan angin itu.
Haruskah ku mencoba kembali? Awal terbawa angin aku selalu
berusaha untuk melawan, namun perjalanan terbawa angin begitu panjang, berkali
kali aku melewati tempatmu berpijak , namun tak kau hiraukan sedikitpun, aku
menunduk dan berusaha untuk tetap mengikuti angin, dan berusaha untuk menjadi
bagian dari anging.
Angin yang memutari tubuhmu, angin yang membelai rambutmu, angin
yang menyentuh hidungmu, angin yang menemanimu saat malam, angin yang menari
disekitarmu , angin yang tak pernah kau sadari .
Aku menatapmu melihatmu tertawa , berusaha untuk ikut
tertawa namun tak ada suara tawaku di telingamu. Aku menggelegar menjadi pusaran anging di sekitarmu meniupkan awan gelap di atas kepalamu dan
pohon disampingmu , dan aku menitikan air mata yang menjadi tetesan hujan.
Namun pohon melindungimu dari rintikan hujan , sehingga kamu tak pernah tau
bahwa aku sedang menangis.
Hidupmu sudah sangat sempurna dan bahagia, kamu melupakan
segalanya, tak hanya aku . kamu menebang pohon yang telah melindungimu
itu,memusnahkan burung-burung yang menemanimu tertawa dan menari. Kamu terlalu
asik dengan dirimu sendiri. Berlari kesana kemari asik dengan sesuatu yang baru
dan melupakan yang lama.
Sempat aku berpikir untuk terus menjadi angin , menatapimu
dengan tajam sampai mata ini buta tak dapat melihat sekeliling. Sampai sang
angin berbisik kepadaku “Kamu
memusnahkan duniamu hanya untuk menggapai bayang bayang fana.
Meninggalkan harapan,impian,kasih,air mata seseorang ,dan dirimu sama saja
dengan orang itu.”
Sejauh itukah?